‘The Revenant’: Panggung Dendam Leonardo Dicaprio

Alejandro G. Iñárritu bukanlah seniman yang suka berkompromi. Jika Anda menonton karya-karyanya dari ‘Amores Perros’ sampai ‘Biutiful’, Anda pasti sudah tahu itu. Bahkan ‘Birdman’, opusnya tahun lalu yang diganjar Film Terbaik oleh Oscar juga dipenuhi dengan aura nekat yang keras. Orang gila mana yang membuat sebuah film tentang existensial crisis dengan treatment visual seolah-olah direkam tanpa henti?

Masterpiece terbaru Iñárritu berjudul ‘The Revenant’ yang kemungkinan besar akan meloloskan Leonardo DiCaprio sebagai Aktor Terbaik Oscar tahun ini. Ceritanya jauh lebih sederhana daripada ‘Birdman’. DiCaprio bermain sebagai Glass, pemburu berpengalaman yang menjadi penunjuk arah dalam ekspedisi yang dipimpin oleh Andrew Henry (Domnhall Gleeson). John Fitzgerald (Tom Hardy), salah satu anggota tim muak dengan betapa ribetnya ekspedisi yang mereka lakukan. Tak hanya medan yang berat, mereka juga harus berhadapan dengan penduduk asli yang membenci mereka setengah mati.

Di hutan Glass diserang oleh beruang yang akhirnya membuatnya sekarat. Luka fisiknya terlalu berat. Andrew Henry menyuruh awak krunya untuk menjaga Glass yang sepertinya tidak akan hidup. Fitzgerald menerima tawaran itu mengingat dolar yang diberikan sangatlah menggiurkan. Yang terjadi, Fitzgerald membiarkan Glass terkubur dalam keadaan hidup untuk menghemat tenaga. Ketika Fitzgerald menghabisi nyawa Hawk (Forrest Goodluck), anak Glass yang merupakan hartanya yang paling berharga, Glass tidak ada pilihan lain untuk tetap bertahan hidup dan membalaskan dendamnya.

Ada begitu banyak dongeng tentang pembalasan dendam. Tarantino menghabiskan separuh kariernya untuk menceritakan kisah tentang orang-orang yang memburu nyawa. ‘The Revenant’ tidak seperti apa yang Anda bayangkan. Dengan latar 1823, film ini mengajak kita bertualang dan menyaksikan betapa kerasnya hidup manusia kala itu. Iñárritu bahkan tidak perlu memberikan pernyataan soal perseteruan penduduk asli dengan “penjajah” untuk menggambarkan betapa kerasnya hidup pada zaman itu. Skrip yang ditulis Iñárritu dan Mark L. Smith benar-benar terfokuskan kepada perjalanan Glass dan hubungannya dengan anak dan mendiang istrinya.

Disyuting di lokasi yang benar-benar keras, dengan cahaya natural, film ini terasa seperti video termahal National Geographic di layar lebar. Emmanuel Lubezki yang memenangkan Oscar berturut-turut lewat ‘Gravity’ dan ‘Birdman’ tahun lalu sudah bisa dipastikan akan mendapatkan Oscar ketiganya tahun ini. Visual dalam ‘The Revenant’ begitu luar biasa epiknya; Anda bisa melihat nafas beku para pemainnya yang asli. Ketajaman visual Lubezki membuat perjalanan Glass menjadi semakin menantang dan nyata. Kesukaan Lubezki untuk mengambil adegan dalam satu take yang lama juga membuat adegan-adegan dalam film ini semakin terlibat dalam ceritanya. Saking ajaibnya visual Lubezki, Anda bisa terbius untuk ikut merasa kedinginan seperti para karakter di dalam filmnya.

Dengan visual yang menggebrak, Iñárritu memaksa penonton untuk merasakan penderitaan tokoh utamanya. Dengan durasi dua jam setengah, ‘The Revenant’ tidak pernah terasa membosankan. Kita dituntun pelan-pelan oleh sang sutradara untuk melihat perkembangan Glass dan tentu saja kesulitan-kesulitan yang dia hadapi sepanjang perjalanan sampai akhirnya dia menghadapi horor yang ingin ia musnahkan. Keputusan Iñárritu untuk membuat adegan-adegan ekstrem, seperti Glass memakan daging mentah atau bersembunyi di dalam perut kuda, juga akan membuat penonton semakin berharap agar sang karakter utamanya mendapat apapun yang ia mau. Dan ending yang sempurna pada akhirnya membuat film ini menjadi lebih dari sekedar film balas dendam. ‘The Revenant’ justru menjadi film motivasi paling efektif yang pernah ada.

Semua pemain dalam film ini benar-benar total. Laporan yang menyebutkan bahwa proses syuting The Revenant terasa seperti neraka terbayar. Semua pemain film ini benar-benar memberikan segalanya untuk menjadikan film ini menjadi tontonan spektakuler. Anda tidak akan pernah membenci Tom Hardy seperti ini. Setelah menjadi pahlawan di tengah gurun dalam film aksi keren ‘Mad Max: Fury Road’ tahun lalu, Tom kini menunjukkan bahwa dia bisa menjadi orang yang paling ingin Anda hajar. Ekspresi mukanya yang sengak dan caranya menyampaikan rasa benci membuat Fitzgerald benar-benar memuakkan.

Tapi pada akhirnya ‘The Revenant’ tetaplah film Leonardo DiCaprio. Setelah berkali-kali dinominasikan Oscar dan selalu kalah, DiCaprio bisa dipastikan akan mendapatkan piala tersebut untuk pertama kalinya sebagai Glass di film ini. Hampir separuh film DiCaprio menghabiskan waktunya dalam keadaan diam dan lemah tak berdaya. Namun Anda akan bisa melihat semua emosi dan amarah yang melambung tinggi hanya melalui pandangan matanya. Dan, begitu ia berbicara, Anda akan mengamini semua yang ia katakan. Glass adalah karakter yang kompleks dan keribetan proses syuting dengan semua perjalanan gila yang dialami karakter ini sepanjang film membuat Leonardo DiCaprio bersinar terang.

Dinominasikan 12 Oscar, ‘The Revenant’ adalah sebuah tontonan extravagant tentang kemanusiaan, bertahan diri dan cara mengatasi ketika orang yang kita sayangi pergi mendahului kita. Film ini harus ditonton di bioskop. Dibutuhkan tata audio dan layar yang spektakuler untuk membuat Anda mengapresiasi betapa digdayanya talenta Iñárritu. Jangan lewatkan.

Candra Aditya penulis, pecinta film. Kini tengah menyelesaikan studinya di Jurusan Film, Binus International, Jakarta.

Sumber: http://hot.detik.com/academy-award88/read/2016/02/05/130311/3135696/218/2/the-revenant-panggung-dendam-leonardo-dicaprio

#GreaterNusantara